Mamuju, Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kemendagri) Republik Indonesia Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang penataan kawasan dan penegasan batas wilayah telah memantik gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat di Provinsi Sulawesi Barat. Kebijakan ini mengakibatkan berkurangnya luas wilayah Sulbar secara signifikan, yaitu sebesar 4.082 kilometer persegi, mencakup wilayah di tiga kabupaten.
Pengurus Badan Koordinasi (Badko) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sulawesi Barat, melalui Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah, menyampaikan sikap tegas atas keputusan yang dinilai mengabaikan keadilan dan partisipasi daerah. Mereka mengecam keras langkah sepihak pemerintah pusat yang telah memangkas sebagian wilayah Sulawesi Barat tanpa penjelasan yang memadai kepada publik maupun pemerintah provinsi.
“Ini bukan sekadar perubahan angka dalam dokumen administrasi. Yang dikurangi adalah wilayah hidup, tanah adat, sumber daya alam, dan ruang eksistensi masyarakat lokal. Apa yang dilakukan Kemendagri adalah tindakan sepihak yang merugikan rakyat Sulbar,” ujar perwakilan Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah Badko HMI Sulbar dalam keterangan tertulis, Senin (16/06).
Menurutnya, pengurangan wilayah seluas 4.082 km² merupakan tindakan yang tidak dapat dipandang remeh. Wilayah yang hilang tersebut menyimpan kekayaan alam yang luar biasa, potensi sumber daya yang menopang ekonomi masyarakat lokal, serta nilai historis dan kultural yang tidak bisa digantikan.
HMI mempertanyakan mengapa kebijakan tersebut dilakukan tanpa pelibatan aktif pemerintah provinsi, DPRD, serta tokoh masyarakat dan adat di tiga kabupaten terdampak. Kebijakan ini tidak hanya menunjukkan lemahnya komunikasi pemerintah pusat dengan daerah, tetapi juga mengesampingkan prinsip otonomi daerah yang selama ini dijunjung tinggi dalam sistem pemerintahan Indonesia.
“Di mana letak keadilannya ketika daerah dipotong tanpa diberikan ruang bicara? Di mana wibawa Pemerintah Provinsi Sulbar jika hanya menerima begitu saja keputusan yang merugikan rakyatnya? Kami mendesak Gubernur Sulawesi Barat untuk bersikap tegas dan membawa persoalan ini ke tingkat nasional,” lanjutnya.
Badko HMI Sulbar juga meminta DPRD Provinsi Sulbar segera menggunakan hak konstitusionalnya untuk memanggil pihak-pihak terkait, termasuk Kementerian Dalam Negeri, Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta pemerintah kabupaten yang wilayahnya terdampak. Penjelasan resmi dan transparan harus diberikan kepada masyarakat agar tidak muncul keresahan, kecurigaan, dan disinformasi yang merugikan hubungan antardaerah.
“Pengurangan wilayah seperti ini tidak boleh terjadi diam-diam. Rakyat berhak tahu dasar pertimbangannya. Apakah ini murni persoalan batas administratif, atau ada agenda politik lain di baliknya? Sulbar bukan provinsi pelengkap, kami punya harga diri yang harus dijaga,” tegasnya.
Badko HMI Sulbar juga menyerukan solidaritas semua elemen gerakan mahasiswa, LSM, tokoh adat, dan pemuda untuk ikut mengawal isu ini secara serius dan konsisten. Jika perlu, mereka siap menggelar aksi massa sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan sepihak tersebut.
“Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, ini adalah tanggung jawab kita semua sebagai warga Sulbar. Kita harus bersatu membela tanah kita, menjaga batas kita, dan mempertahankan hak generasi mendatang,” tutup pernyataan tersebut.
Dengan kondisi ini, masyarakat Sulawesi Barat menanti sikap konkret dan terukur dari Pemerintah Provinsi Sulbar. Jangan sampai kebijakan yang menyangkut kedaulatan wilayah ini hanya ditanggapi dengan diam dan pasrah. Sebab, keutuhan tanah malaqbi bukan untuk dikompromikan.