Majene, 23 Juni 2025 – Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 kembali menguak potret kelam pengelolaan sanitasi di Provinsi Sulawesi Barat. Hanya 7,6% rumah tangga di wilayah ini yang memiliki pengelolaan air limbah non-kakus secara aman, menurut data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan RI. Angka ini menjadi alarm keras bagi semua pihak, termasuk Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badan Koordinasi Sulawesi Barat (Badko Sulbar).
Sapriadi, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat HMI Badko Sulbar, mengungkapkan keprihatinan mendalam atas kondisi ini. Ia menekankan bahwa sanitasi buruk bukanlah sebuah warisan budaya, melainkan akibat dari kelalaian kolektif dalam memprioritaskan kesehatan lingkungan.
“Ini bukan sekadar statistik. Ini adalah kenyataan pahit yang kita hadapi. Bahwa sebagian besar masyarakat di Sulbar masih hidup dengan sistem pembuangan limbah yang tidak aman. Ini menciptakan bom waktu bagi kesehatan lingkungan dan generasi mendatang,” tegas Sapriadi.
Data Mengerikan: Limbah Dibuang Langsung ke Tanah dan Sungai
Hasil SKI 2023 menunjukkan bahwa:
32,6% rumah tangga di Sulbar membuang limbah kamar mandi langsung ke tanah.
51,5% rumah tangga lainnya membuang limbah ke got, sungai, atau saluran terbuka.
Pengelolaan limbah dapur pun menunjukkan pola serupa: 33,1% ke tanah, dan 51,4% ke got atau sungai.
Sapriadi menambahkan bahwa kondisi ini tak hanya membahayakan ekosistem, tetapi juga menjadi ancaman nyata bagi kesehatan masyarakat, terutama anak-anak yang rentan terhadap penyakit berbasis lingkungan seperti diare, hepatitis A, dan infeksi kulit.
“Sanitasi buruk bukan hanya masalah teknis, tapi juga soal keadilan sosial. Masyarakat di wilayah terpencil atau kurang terlayani fasilitas dasar, seolah dibiarkan hidup dengan risiko yang tidak semestinya mereka tanggung,” ujarnya.
Perumahan BTN: Area Terencana, Tapi Terabaikan?
Sapriadi juga menyoroti kondisi sanitasi di kompleks perumahan atau BTN, yang sejatinya dirancang sebagai kawasan hunian terstandar, namun sering kali justru luput dari pengawasan teknis yang memadai terkait pengelolaan limbah.
“Banyak perumahan BTN yang dibangun tanpa sistem drainase yang layak atau septic tank komunal yang memenuhi standar. Padahal, kawasan ini dihuni oleh ribuan keluarga dan berada di area padat penduduk. Ketika air limbah meresap ke tanah atau mengalir ke selokan terbuka, ini bukan hanya mengancam penghuni perumahan tersebut, tapi juga warga sekitar,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa pengembang perumahan harus bertanggung jawab atas sistem sanitasi yang mereka bangun, dan pemerintah daerah wajib melakukan audit teknis sebelum mengeluarkan izin pemanfaatan kawasan.
Seruan Kolaboratif untuk Solusi Nyata
Melalui pernyataan ini, HMI Badko Sulbar mendesak pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan sektor swasta untuk bahu membahu melakukan:
Edukasi dan kampanye masif tentang sanitasi aman.
Pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur pengelolaan limbah yang terjangkau dan berkelanjutan.
Audit sanitasi kawasan perumahan (termasuk BTN) oleh instansi teknis terkait.
Penguatan regulasi dan insentif bagi desa/kelurahan yang berhasil membangun sistem sanitasi sehat.
“Kami di HMI tidak ingin hanya menjadi pengamat. Ini saatnya bergerak. Sanitasi layak adalah hak dasar, bukan kemewahan – bahkan di perumahan modern sekalipun,” tutup Sapriadi.